Senin, 16 Januari 2012

Mengungkap Teroris Asia Tenggara

Jakarta, FaktaPos.com - Lima tersangka teroris ditangkap oleh pihak keamanan Filipina. Mereka ditangkap disebuah tempat persembunyian yang terletak di sebuah pulau terpencil di Filipina Selatan. Diduga adalah penghubung antara kelompok radikal Filipina dengan pemodal luar negeri yang potensial dan pelatih militer jaringan al-Qaidah.
 
Kelima tersangka itu dipimpin oleh seorang insinyur terlatih, Zulkifli bin Hir alias Marwan, salah seorang tokoh kunci kelompok teror di Asia Tenggara. Washington menawarkan hadiah 5 juta dollar AS untuk tokoh ini. "Mereka tampaknya secara aktif bergerak di sekitar Sulu," kata komandan militer Letjen Raymundo Ferrer seperti dikutip dari situs arabnews, Rabu (04/01).
 
Ferrer juga mengatakan tersangka teroris lain yang berhasil ditangkap adalah Abdullah Ali alias Muawiyah, dan dua orang yang diduga warga negara Indonesia yang diketahui bernama Qayim dan Sa'ad, serta seorang yang di duga warga negara Malaysia bernama Amin Baco alias Abu Jihad. Ferrer yang mengepalai militer wilayah Mindanao Barat mengatakan, ia tidak menyadari kehadiran militan asing di wilayahnya. Sebelumnya, pemerintah telah mendapatkan laporan The Associated Press yang merilis daftar 12 tersangka teroris asing. Salah satunya adalah Zulkifli bin Hir. Apakah mereka terkait dengan kelompok Abu Omar yang kini sedang diadili di Indonesia?
 
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia, Michael Tene menyatakan pihaknya enggan menanggapi berita penangkapan dua warga Indonesia yang ditangkap bersama tiga orang lainnya terkait dugaan terorisme oleh polisi Filipina, “karena mekanismenya masih ada pihak-pihak yang menangani perkara Terorisme," kata Michael Tene di Ruang Nusantara, Gedung Utama Lantai 2, Jln Taman Pejambon No. 6 Jakarta Pusat, Jumat (06/01).
 
Dalam kesempatan itu, Tene menyarankan agar hal tersebut dikomfirmasikan kepada pihak-pihak atau instansi yang terlibat dalam penanganan terorisme. "Persoalan perkara terorisme merupakan kejahatan yang luar biasa. Karena hal itulah, Kemenlu tidak berhak untuk memberikan untuk menanggapi isu-isu tentang perkara terorisme. Perkara terorisme itu perkara yang luar biasa dan sudah ada lembaga atau instansi yang menanggani perkara tersebut," pungkasnya.
 
Kelompok Abu Omar adalah jaringan teroris yang berbasis di Depok. Pada 14 dan 15 November 2011, dua WNI dan 10 warga Malaysia dan Filipina dari jaringan ini ditangkap di Malaysia. Mereka diyakini mempunyai jaringan di tiga negara, yaitu Filipina, Malaysia, dan Indonesia untuk menyelundupkan senjata. .Kedua WNI yang ditangkap di Malaysia menjadi fasilitator jaringan Abu Omar. Jaringan Abu Omar ini terlibat dalam penyelundupan senjata melalui jalur Nunukan, Tawau dan Filipina Selatan. Senjata-senjata itu digunakan untuk menyerang polisi. Kelompok ini juga menjadi pemasok senjata untuk kelompok teroris lainnya.
Sebelumnya, Polisi Indonesia juga telah menangkap 18 anggota kelompok ini di sejumlah tempat termasuk pimpinannya, Abu Omar. Ia ditangkap oleh Polisi di Kalimantan pada 4 Juli lalu. Pada penangkapan enam anggota kelompok ini pada Senin, 14 November 2011, polisi juga  menyita tiga senjata laras panjang serta dua senjata laras pendek dan 796 butir peluru. Kemungkinan mereka membeli senjata dari kelompok militan Abu Sayyaf atau Moro Islamic Liberation Front (MILF) atau kelompom separatis Filipina lainnya. Maklum, mereka ini memiliki senjata yang cukup banyak, baik yang didapat dari pasukan Filipina yang tewas atau ditangkap dalam pertempuran maupun yang diimpor dari luar negeri.

Orang-orang Abu Omar pergi ke Filipina selatan melalui Nunukan (Kalimantan), lalu ke Sabah (Malaysia) sebelum sampai di Mindanao (Filipina). Kembalinya juga difasilitasi oleh orang yang ditangkap di Sabah itu. Semuanya berkaitan, saling mendukung, terkait dengan kegiatan terorisme. Sepuluh warga Malaysia yang ditangkap itu juga turut membantu jaringan Abu Omar.

Para pria itu, termasuk warga Indonesia dan Filipina, ditangkap berdasarkan Undang-undang Keamanan Dalam Negeri (ISA), yang memungkinkan penahanan tanpa pengadilan. Kelompok tersebut merekrut penduduk setempat dan mengirim mereka ke pelatihan militan di negara tetangga. Terkait dengan penangkapan ini, pihak kepolisian wilayah Jakarta Barat memasang sikap waspada setelah dua polsek yang berada di wiliyah tersebut, Polsek Cengkareng dan Polsek Kebun Jeruk, masuk dalam daftar incar teroris jaringan Depok. "Ada atau tidak, Jakbar tetap siaga, waspada. Setahu kita sih sel teroris di Jakbar tidak ada, hanya Bekasi dan Tangerang. Makanya, kita waspada semua," tegas Kapolres Jakbar Kombes Y Setija Junianta di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu, 16 November 2011..

Menurut Setija, hingga saat ini pihak kepolisian masih mendalami motif kelompok Abu Omar menargetkan dua polsek yang berada diwilayah komandonya itu. Sebelumnya, tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri menangkap enam orang terduga teroris anggota jaringan kelompok Abu Omar. Polisi juga menyita berbagai dokumen rencana penyerangan, empat senjata api, dan sejumlah amunisi peluru dari para terduga teroris.

Wakil Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Wakapolda Metro Jaya), Brigadir Jenderal Polisi Suhardi Alius, memerintahkan jajarannya mengungkap motif teroris jaringan Abu Omar yang ingin menyerang polsek di wilayah Jakarta Barat. Sejauh ini belum ditemukan kelompok (sel) teroris di wilayah Jakarta Barat. Namun, kepolisian tetap akan menelusuri kemungkinan adanya sel teroris. Sebelumnya, anggota Densus 88  menangkap enam orang, yang diduga terlibat teroris jaringan Abu Omar di wilayah Tangerang, Jakarta Timur dan Bekasi pada 12-14 November 2011.

Tidak hanya itu, polisi juga menyita sejumlah barang bukti berupa dua pucuk senjata api M 16, satu pucuk senjata api Jungle, satu pucuk senjata api FN, 888 butir peluru berbagai caliber,  dan enam buah magazine. Jaringan teroris Abu Omar telah memiliki sel kecil dan aktivis di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Bahkan, selain akan menyerang Polsek Cengkareng dan Kebon Jeruk, mereka juga berencana melakukan penculikan terhadap pejabat negara maupun tokoh masyarakat yang dianggap memiliki pandangan berbeda.

Kelompok Abu Omar ini memang berbahaya bagi stabilitas negara dan penyebaran terorisme. Mereka diketahui sebagai pemasok senjata bagi kelompok lain. Di antaranya, kepada  kelompok yang melakukan penyerangan terhadap pos Brimob di Loki, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku, yang menewaskan lima polisi. "Senjata-senjata itu dipasok oleh mereka," kata Kadiv Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution di Mabes Polri, Selasa, 15 November 2011.

Menurut Saud, senjata-senjata yang berasal dari Filipina itu dijual dan hasilnya digunakan untuk menghidupi kelompok tersebut."Mereka kan jaringan. Jadi, mereka menjual senjata kepada kelompok lain dan mereka mendapat imbalan. Selain itu, senjata-senjata itu juga dipakai sendiri," terang Saud.

Abu Omar  juga telah membangun kelompok kecil (halaqah) I, II, dan III di Jakarta. Setelah ditangkap, ia membuka jaringan di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Kelompok ini juga merekrut anggota baru untuk dipersiapkan menyerang target-target yang ditentukan dengan senjata api. Mereka mengincar kaum Syiah di Indonesia, menculik secara cepat dan rahasia, dan menyerang polsek-polsek.

Untuk aktivitasnya ini, kelompok Abu Omar terancam hukuman mati. Dalam surat dakwaannya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuding Muhammad Ichwan alias Abu Omar, bersama-sama Achma Izzmi, Taufik Hidayat, Asmuni, Wandoyo, Ali Muhammad Akbar, Priyatmo, Iwan Kurniawan, Mansur Samin, dan Muhammad Irsyad melakukan permufakatan jahat, percobaan atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme. Menurut JPU Izamzam terdakwa Abu Omar adalah anggota Jamaah Darul Islam (NII) Jakarta dan aktif mengikuti tausiah yang berisi pemahaman tentang jihad.

"Terdakwa bersama-sama Ahmad Riadi terpilih mewakili NII Jakarta ke Filipina dalam rangka mengikuti pelatihan militer dengan materi pelajaran, antara lain, latihan bongkar pasang senjata, menembak dan merakit bom," kata Izamzam saat membacakan surat dakwaan pada sidang perdana dihadapan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Dwi Winarto, Kamis, 12 Januari 2012.

Selain itu, sebagai komandan kelompok NII Mujahidin, terdakwa memerintahkan Wandoyo alias Salman sebagai Ketua Wilayah Jakarta Utara untuk mengatur perputaran dan penyimpanan senjata api yang diberikan terdakwa yaitu satu pucuk senjata api jenis FN 45 kaliber 9 MM. Terdakwa juga memberikan senjata api jenis M16 beserta magazine kepada Ali Muhammad Akbar.

Selain kepada Wandoyo, terdakwa juga memerintahkan anggota NII lainnya, yakni Asmuni, Muhammad Irsyad, dan Dian untuk menyimpan dan menyerahkan kepada pihak lainnya. Terdakwa juga memerintahkan Iwan Kurniawan untuk mengurus kepulangan Achmad Izzmi ke Filipina untuk membeli senjata api sebanyak 3 pucuk dan uang pembelian senjata tersebut dari hasil Infaq 5 orang anggota lainnya.

Menurut Jaksa, lima orang yang memberikan uang infaq adalah Taufik Hidayat Rp 15.250.000, Sugi Rp 10 juta, Wandoyo Rp 7 juta, Samin Rp 4 juta dan Dian Rp 4 juta.

"Setelah terdakwa bersama-sama anggotanya menguasai senjata api, terdakwa membuka latihan militer, di antaranya, di Pulau Kura-kura dengan meletuskan senjata sebanyak satu kali dengan peserta sebanyak 30 orang dengan terlebih dahulu terdakwa memberikan pemahaman tentang jihad yang dilanjutkan dengan olah raga pagi," tutur Jaksa. Dalam latihan tersebut, lanjut jaksa, terdakwa melakukan latihan tembak menembak dengan mempergunakan senjata api laras panjang AK-47 dan M-16.

"Terdakwa telah melakukan permufakatan jahat, yakni menguasai senjata api tanpa ijin pihak yang berwajib akan berakibat fatal membahayakan keselamatan jiwa orang-orang yang ada disekitarnya, menimbulkan ketakutan dan keresahan bagi masyarakat luas," tukas Izamzami. Atas perbuatan tersebut, kata Jaksa, terdakwa dikenai Pasal 15 Jo Pasal 9 Undang-undang No 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU. Berdasarkan pasal tersebut, terdakwa terancam hukuman mati.

Dengan terungkapnya jaringan-jaringan Indonesia-Malaysia-Filipina ini, berarti aparat keamanan berhasil membongkar lagi jaringan-jaringan teroris di negeri ini. Dengan demikian, target-target mereka bisa diatasi. Tokoh masyarakat dan kelompok Syiah, yang direncanakan akan diculik pun dapat diungkap. Bayangkan saja kalau jaringan ini tak ketahuan, berapa banyak polisi yang akan jadi korban dan berapa banyak tokoh masyarakat maupun pemeluk Syiah yang akan jadi sasaran..

Nampaknya intelijen dan polisi kita semakin professional dalam bekerja. Demikian pula polisi Malaysia dan Filipina. Kita berharap penegak hukum di tiga negara ini terus bekerja sama dan mengembangkan profesionalisme  sehingga unsur-unsur teror dalam masyarakat dapat dieliminasi dan bangsa-bangsa di Asia Tenggara dapat terus maju tanpa gangguan teroris yang dapat mencederai kawasan ini.

Aparat keamanan juga harus lebih memperkuat kerja sama bidang terorisme dengan negara anggota ASEAN lainnya. Sebab tak tertutup kemungkinan masih ada jaringan kelompok teroris lain yang belum terungkap. Toh Zulkarnaen, yang terlibat dalam Bom Bali I (2002) belum tertangkap. Dia kini menjadi pemimpin al-Qaidah Asia Tenggara sehingga AS bersedia membayar 5 juta dollar AS bagi siapa pun yang dapat memberi informasi tentang keberadaannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar